Setelah Umar masuk Islam, akhirnya kaum Quraisy melakukan pemboikotan terhadap Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pengikutnya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan sehari setelah hari Nahar (Idul Adha) ketika berada di Mina, kita besok akan singgah di Khaif Bani Kinanah, tempat di mana mereka membuat permufakatan kekafiran.” Khaif Bani Kinanah ini dikenal pula dengan sebutan Al-Muhasshab. Di tempat ini, kaum Quraisy dan kaum Kinanah melakukan persengkongkolan untuk memboikot Bani Hasyim dan Bani Al-Muththallib, untuk tidak saling melakukan akad nikah dan bertransaksi jual beli dengan bangsa Quraisy sebelum mereka rela menyerahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kaum Quraisy. (HR. Bukhari, no. 159 dan Muslim, no. 1314)
Di dalam hadits tersebut menunjukkan riwayat asli dari kisah ini, sementara riwayat-riwayat yang disebutkan di dalam kitab-kitab sirah merupakan penjelasan atas sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, bahwa kaum Quraisy dan Kinanah telah melakukan pemufakatan kekafiran. Artinya, bahwa ketika kaum Quraisy mengetahui pengaruh yang besar bagi masuk Islamnya Hamzah dan Umar radhiyallahu ‘anhu sehingga Islam menyebar ke kabilah-kabilah di Mekah, serta kesepakatan Bani Muththalib dan Bani Hasyim (keluarga besar Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam), baik mereka yang sudah masuk Islam atas dasar keimanannya maupun yang masih kafir atas dasar fanatisme keluarga, untuk membela dan menjaga Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ketika Quraisy mengetahui hal tersebut, mereka pun melakukan pertemuan dan akhirnya bersepakat untuk tidak mengadakan hubungan tali pernikahan atau bisnis dan tidak akan berbicara dengan mereka sebelum mereka rela menyerahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada mereka. Untuk mengokohkan kesepakatan tersebut, maka poin-poinnya mereka tulis dalam satu lembar papan lalu mereka gantungkan di tembok Ka’bah.
Ibnu Ishaq mengatakan, “Maka Bani Hasyim dan Bani Al-Muththalib ikut bergabung seluruhnya dengan Abu Thalib, kecuali Abu Lahab karena ia bergabung dengan orang Quraisy. Permulaan pemboikotan ini terjadi pada hari pertama bulan Muharram tahun ketujuh kenabian.” Lihat Fath Al-Bari, 7:192.
Boikot, Tidak Ajak Bicara Menurut Aturan Islam
Dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ ، يَلْتَقِيَانِ فَيُعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا ، وَخَيْرُهُمَا الَّذِى يَبْدَأُ بِالسَّلاَمِ
“Tidak halal bagi seseorang memutuskan hubungan dengan saudaranya sesama muslim melebihi tiga hari, keduanya saling bertemu namun saling mengacuhkan satu sama lain. Yang terbaik antara keduanya adalah yang memulai menegur dengan mengucapkan salam.” (HR. Bukhari, no. 6077 dan Muslim, no. 2560)
Ibnu Abdi Al-Barr berkata, “Para ulama bersepakat bahwasannya tidak diperkenankan bagi seorang muslim memutuskan hubungannya dengan sesama muslim yang lain melebihi tiga hari. Hal ini dikecualikan jika memang ia khawatir apabila berhubungan dan mengajak bicara dengannya akan mengakibatkan kerancuan dalam beragama atau akan menimbulkan dalam dirinya apa yang bisa membahayakan urusan agama dan dunianya. Jika memang itu yang dikhawatirkan akan terjadi apabila berhubungan dengan pelaku maksiat maka dibolehkan menjauhinya. Boleh jadi orang yang kelihatannya keras tapi memiliki hati yang mulia, itu lebih baik daripada orang yang sering bercengkerama dan bergaul dengan kita tetapi seringkali pula dia menyakiti kita.” Diambil dari kitab Tharhu At-Tatsrieb, 8:99.
Masih berlanjut tentang tema pemboikotan ini. Semoga bermanfaat.
Referensi:
Fiqh As-Sirah.Cetakan Tahun 1424 H. Prof. Dr.Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid. Penerbit Dar At-Tadmuriyyah.
—
Disusun Jumat sore, 20 Rabi’ul Akhir 1440 H di #darushsholihin
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com